Pengawasanyang ada hanya pengawasan represif yaitu bahwa Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat pengaturan (regeling) yang sudah diundangkan dalam Lembaran Daerah, selambat-lambatnya 15 hari harus disampaikan kepada Pusat untuk dinilai apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
Peraturan Daerah Yang Dibuat Oleh Kepala Daerah Kabupaten Biasanya Berupa – Pasal 7 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2011 memasukkan peraturan daerah ke dalam kategori anggaran dasar. Peraturan Daerah datang terakhir sejalan dengan UUD 1945, UU MPR, Anggaran Dasar/Tujuan, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Menurut buku “Ilmu Perundang-undangan” karya Maria Farida Indrati, anggaran dasar daerah adalah anggaran dasar yang dibuat oleh Kepala Daerah Propinsi dan Bupati/Perkotaan serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Propinsi dan Bupati/Perkotaan dalam melaksanakan otonomi daerah. Legitimasi inspeksi pemerintah daerah. Sedangkan menurut Gimli Ashsiddiqi, peraturan daerah perda merupakan bentuk pelaksanaan undang-undang sebagai ketentuan yang lebih bersifat undang-undang. Kewenangan pengaturan wilayah berasal dari kewenangan yang ditentukan oleh undang-undang. Penguasa yang mengatur hal tersebut dapat juga membuat peraturan daerah untuk mengatur hal-hal yang tidak diatur secara tegas dengan undang-undang. Pembinaan wilayah dapat dilakukan berdasarkan Pasal 183 dan 4 UUD 1945. Bagian Hukum Kabupaten Bojonegoro Peraturan Daerah PERDA disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Daerah. Perumusan aturan teritorial memiliki prinsip dasar, yaitu Dalam buku Rojali Abdullah “Melaksanakan Otonomi Yang Lebih Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung”, tujuan utama peraturan daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian daerah. Statuta teritorial biasanya dirumuskan menurut asas-asas pembuatan undang-undang, yaitu Sekarang semua tentang Peraturan Daerah Perda sudah dijelaskan. Selain Perda, disebut juga istilah Peraturan Pemerintah PP. Lihat Penjelasan di halaman berikutnya 2 Landasan Legislatif 18 Ayat 6 UUD 1945, “Pemerintah Daerah berwenang membuat peraturan daerah dan peraturan lainnya untuk pelaksanaan fungsi pemerintahan sendiri dan pembantuan.” Pemerintahan Daerah = Dibuat Peraturan Daerah oleh Kepala Daerah dan DPRD. Perda dan peraturan lainnya menjadi landasan bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan sendiri sesuai dengan asas hukum. Pengawasan daerah dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD menurut prinsip demokrasi. Aturan Lain Aturan Pemimpin Wilayah. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan No. 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Permendagri No. 53 Tahun 2007 tentang Peraturan Daerah dan Kewenangan Peninjauan Kembali. Penyusunan Rancangan Perda Provinsi/kota/kabupaten Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; keputusan MPR; undang-undang/peraturan pemerintah bukan undang-undang; peraturan pemerintah; keputusan presiden; peraturan daerah provinsi; dan peraturan daerah kabupaten/kota. Ket Perda Kabupaten/Kota di bawah Perda Provinsi tidak sejalan dengan proses positioning dan desentralisasi daerah. 6 Rancangan instansi dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota. Jika raparda yang sama disampaikan oleh DPRD dan kepala daerah, maka raparda DPRD yang dimaksud adalah bahan perbandingan raparda kepala daerah. Disampaikan oleh anggota Raparda DPRD, panitia, panitia bersama atau perangkat DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Raperda yang disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah dalam waktu 3 hari setelah disetujui untuk dilaksanakan sebagai peraturan daerah dalam waktu 30 hari setelah disetujui bersama. Apabila rancangan kode daerah tidak disetujui oleh kepala daerah dalam waktu 30 hari, maka kode daerah tersebut efektif menjadi kode daerah dan wajib diumumkan dengan cara dicantumkan dalam lembaran daerah. Kejelasan tujuan; pembentukan badan atau organisasi yang sesuai; konsistensi antara jenis barang dan bahan; keberlakuan; kegunaan dan keefektifan; kejelasan penyajian; dan keterbukaan. 8 Penguasaan wilayah yang diawasi harus diserahkan kepada pemerintah 7 hari setelah pembagian. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dicabut oleh pemerintah. Dalam hal Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda, Perda dinyatakan berlaku. Keputusan untuk mencabut kontrol zona diambil berdasarkan peraturan presiden 60 hari setelah pemerintah menerima kontrol zona. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari sejak keputusan pencabutan, Kepala Daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda tersebut dan kemudian mencabut Perda tersebut bersama-sama dengan Kepala Daerah DPRD. Dalam hal provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan daerah, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Presiden. Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 798/sk/hm/bpn/1991 Tanggal 9 November 1991 Tentang Hak Milik Saudara Dibyo Pranoto Alias Suhari Atas Tanah Seluas 541 M² Di Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Perpanjangan atau otorisasi undang-undang dan peraturan tingkat yang lebih tinggi. kebutuhan daerah. Jangan melanggar kepentingan umum atau hukum dan peraturan yang lebih tinggi. Undang-undang teritorial dapat mencakup ketentuan untuk membebankan semua atau sebagian dari biaya penegakan hukum pada pelanggar sebagaimana diwajibkan oleh hukum. Peraturan daerah dapat mencakup hukuman penjara hingga 6 bulan atau denda hingga Rs 5 crore atau ancaman atau denda pidana lainnya, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan peraturan. Perlindungan; kemanusiaan; kebangsaan; pulau kekerabatan; keragaman dalam keragaman; keadilan; persamaan hukum dan pemerintahan; hukum, ketertiban, dan kepastian; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis selama penyusunan atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Sekretariat DPRD mengelola sosialisasi rancangan peraturan daerah yang bersumber dari DPRD. Pengedaran rancangan Perda yang diprakarsai oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dilakukan oleh Kementerian Daerah. Untuk menegakkan kewenangan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan, direktur daerah menerbitkan peraturan direktur daerah dan/atau keputusan direktur daerah. Untuk menegakkan peraturan daerah dan membantu kepala daerah dalam memelihara ketertiban umum dan ketertiban umum, telah dibentuk satuan polisi pamong praja. Anggota Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai Pengawas Pamong Praja berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidik dan Penuntut Umum melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran peraturan daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain peraturan daerah, departemen lain dapat ditunjuk untuk menyelidiki pelanggaran peraturan daerah. Keputusan Kepala Daerah Agar situs web ini berfungsi dengan baik, kami merekam data pengguna dan membaginya dengan pemroses. Untuk menggunakan situs ini, Anda harus menerima Kebijakan Privasi kami, termasuk kebijakan cookie. Jenis excavator unit yang terbesar yang dibuat oleh komatsu adalah, barang bekas berikut yang dapat dibuat untuk kerajinan tangan berupa tas adalah, software untuk browsing internet yang dibuat oleh microsoft corporation adalah, wadah makanan yang dipakai untuk makanan yang dibawa pulang oleh pembeli biasanya berbahan, magnet yang kuat biasanya dibuat dari bahan, contoh peraturan daerah kabupaten, aplikasi tool prototyping berikut yang dibuat oleh perusahaan adobe adalah, magnet tersusun oleh magnet magnet kecil yang biasanya disebut, peraturan daerah dibuat oleh, infeksi kulit berupa bercak merah yang disebabkan oleh jamur adalah, uang yang bernilai penuh biasanya berupa, peraturan daerah provinsi dibuat oleh
Dilansirdari Encyclopedia Britannica, undang undang / peraturan daerah tingkat provinsi dibuat oleh gubernur bersama dprd i. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Undang Undang / Peraturan Daerah Tingkat Kabupaten dibuat oleh Bupati bersama? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.
Jakarta - Peraturan Daerah masuk dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan dalam Pasal 7 ayat 1 UU No 12 Tahun 2011. Peraturan daerah berada di hierarki terakhir di bawah UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perppu, Peraturan Pemerintah dan Peraturan buku Ilmu Perundang-undangan oleh Maria Farida Indrati, peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat oleh kepala daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang menjadi legalitas perjalanan eksekusi pemerintah menurut Jimmly Asshiddiqie, Peraturan Daerah Perda adalah bentuk aturan pelaksana undang-undang sebagai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kewenangan peraturan daerah bersumber dari kewenangan yang telah ditentukan suatu undang-undang. Peraturan daerah juga dapat dibentuk untuk mengatur hal-hal yang kewenangan untuk mengatur hal-hal tersebut tidak diatur secara eksplisit oleh suatu undang-undang. Perda dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan ketentuan UUD 1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat 3 dan 4. Peraturan Daerah Perda dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dengan persetujuan Kepala Daerah. Adapun penyusunan peraturan daerah memiliki prinsip dasar yaituTransparansiPartisipasiKoordinasi dan keterpaduanTujuan dan Fungsi Peraturan DaerahDalam buku Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung oleh Rozali Abdullah, tujuan utama peraturan daerah untuk memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian daerah. Peraturan daerah dibentuk dengan dasar asas pembentukan perundang-undangan pada umumnya antara lainMemihak kepada kepentingan rakyatMenjunjung tinggi hak asasi manusiaBerwawasan lingkungan dan budayaAdapun fungsi Peraturan Daerah antara lainSebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU tentang Pemerintahan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan serba-serbi soal Peraturan Daerah Perda sudah dipaparkan. Selain Perda, dikenal juga istilah Peraturan Pemerintah PP. Simak penjelasan di halaman berikut ini.
b Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang
Pemahaman terhadap konsepsi otonomi daerah masih memprihatinkan. Kepala daerah sering salah menafsirkan otonomi Dalam praktik, seperti dijelaskan Prof. Bhen, dalam bukunya, telah terjadi pelanggaran hukum dalam mekanisme pembatalan Perda. Sebab, pembatalannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Menteri. Padahal UU Pemda 2004 mengisyaratkan pengawasan Perda dilakukan Presiden. Bisa jadi, penyimpangan itu terkait rumusan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Di sini, pengawasan terhadap Perda dan Peraturan kepala Daerah dilakukan Mendagri. Anehnya lagi, pasal 37 ayat 1 PP ini menyebutkan Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh Presiden atas usul Menteri Dalam Negeri. Sementara pembatalan Peraturan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan lebih tinggi dilakukan Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri.  Kekosongan dan kelemahan pengaturan ketiga produk hukum daerah tersebut diperumit lagi dengan lahirnya Permendagri No. 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah. Permendagri ini mengenai Peraturan Bersama Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah.  PP No. 79 Tahun 2005 juga membuat rancu tentang siapa yang membatalkan Perda. Di satu sisi disebut dibatalkan oleh Presiden dengan Perpres, tetapi di sisi lain dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui SK Menteri. Bentuk produk hukum yang membatalkan Peraturan Presiden dan Surat Keputusan Menteri akan membawa implikasi. Peraturan Presiden mengenal mekanisme judicial review ke Mahkamah Agung, sedangkan SK tidak mengenalnya. Suatu SK digugat ke PTUN.  Ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan itu turut memperkeruh praktik otonomi daerah di Indonesia. I Made Suwandi, Direktur Fasilitasi Kebijakan dan Pelaporan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, membenarkan sinyalemen itu. Kondisi ini, kata Made, diperparah kurangnya pemahaman terhadap hakekat otonomi daerah, disamping praktik otonomi daerah di Indonesia yang berbeda dengan di negara lain.  Kondisi demikian akan berimbas lebih jauh. Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Safri Nugraha, menyatakan kesalahan pemahaman terhadap otonomi daerah itulah yang melahirkan tumpang tindih perizinan di banyak daerah. Masa ada puluhan izin dikeluarkan untuk lokasi yang sama, ujarnya.  Pengaturan mengenai pembentukan Peraturan Daerah Perda di Indonesia memperlihatkan ketidaktaatan asas. Menurut pasal 18 ayat 6 UUD 1945, Perda dan peraturan-peraturan lain ditetapkan oleh pemerintahan daerah. Sementara, berdasarkan pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Perda dibuat oleh DPRD bersama kepada daerah. Sebaliknya, bagian Penjelasan Umum butir 7 UU Pemda tersebut, Perda dibuat oleh DPRD bersama dengan pemerintah daerah. Pada Undang-Undang yang sama, pasal 136, disebutkan bahwa Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.  Ketidaktaatan asas ini merupakan salah satu kritik yang disampaikan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Prof. Bhenyamin Hoessein dalam diskusi mengiringi peluncuran bukunya Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi di Depok, Rabu 19/8. Selain itu, Prof. Bhen mengingatkan bahwa Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda tidak mengatur hubungan antara Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Sehingga tidak jelas apakah hubungannya hierarkis atau setara. Pasal 18 ayat 1 UUD 1945 menghendaki hubungan provinsi dan kabupaten/kota bersifat hierarkis. Hal ini juga dapat dirujuk ke TAP No. IV/MPR/2000 yang menghendaki otonomi daerah yang bertingkat dari provinsi sampai ke desa. Tetapi kalau merujuk pada UU No. 10 Tahun 2004, Perda Provinsi berkedudukan lebih tinggi dibanding Perda Kabupaten/Kota.  Undang-Undang Pemda membedakan tiga jenis produk hukum daerah otonom dua produk hukum berupa pengaturan yaitu Perda dan Peraturan Kepala Daerah, dan satu berupa pengurusan SK Kepala Daerah. Dua yang pertama memiliki norma yang umum dan abstrak, sedangkan yang terakhir bersifat penetapan yang bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Pelanggaran hukumSetiap Perda wajib disampaikan kepada Pemerintah. Merujuk pada pasal 1 butir 1 UU Pemda, Pemerintah di sini adalah Presiden. Menurut Prof. Bhen, penyampaian Perda kepada Pemerintah adalah dalam rangka pengawasan refresif. Cuma, dari berbagai jenis produk hukum daerah otonom, termasuk Peraturan Desa, hanya Perda yang tunduk pada pengawasan refresif. Pasal 145 ayat 2 UU Pemda menentukan bahwa Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Pembatalan Perda, Provinsi atau Kabupaten/Kota, mestinya dilakukan oleh Presiden.
NaskahAkademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Karo ( Tugas LEGAL DRAFTING ) November 04, 2020 NASKAH AKADEMIK. RANCANGAN PERATURAN DAERAH. KABUPATEN KARO. TENTANG. TATA CARA PELAKSANAAN PEMBAGIAN DANA BANTUAN COVID 19 . Oleh : Rormando Hutabarat (170600045) Novia Sri Dewi Br Ginting (170600084) Dosen Pengampu : Janus Sidabalok S.H, M.Hum
BerandaKlinikKenegaraanProsedur Pembentukan...KenegaraanProsedur Pembentukan...KenegaraanSelasa, 5 November 2019Apa saja tahapan pembuatan peraturan bupati/walikota? Apakah ada pedoman khusus terkait hal tersebut? Bagaimana prosedur pembentukan peraturan bupati/walikota sebagai salah satu jenis perkada? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Kedudukan Peraturan Kepala DaerahJenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/ tidak disebutkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, namun tidak berarti keberadaan peraturan bupati/walikota tanpa alas hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 1 UU 12/2011, yang berbunyiJenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang perundang-undangan yang dimaksud diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[1]Perencanaan penyusunan perkada dan peraturan DPRD merupakan kewenangan dan disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing. Perencanaan penyusunan peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disusun berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan. Perencanaan penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan keputusan pimpinan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing untuk jangka waktu 1 satu tahun. Perencanaan penyusunan peraturan yang telah ditetapkan dengan keputusan pimpinan lembaga, komisi, atau instansi masing-masing sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan penambahan atau Pembuatan PerkadaPasal 42 Permendagri 120/2018 menerangkan bahwaKepala daerah menetapkan perkada berdasarkan atas perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan perangkat daerah pemrakarsa menyusun rancangan perkada, setelah disusun, disampaikan kepada biro hukum provinsi atau nama lainnya dan bagian hukum kabupaten/kota atau nama lainnya untuk dilakukan lanjut, Pasal 110 Permendagri 120/2018 kemudian menguraikan bahwaRancangan Perkada yang telah dilakukan pembahasan disampaikan kepada kepala daerah untuk dilakukan penetapan dan Pengundangan. Penandatanganan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan oleh kepala daerah. Dalam hal kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 2, berhalangan sementara atau berhalangan tetap, penandatanganan rancangan Perkada dilakukan oleh Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat Sementara atau Penjabat kepala daerah. Pelaksana Tugas, Pelaksana Harian, Penjabat Sementara atau Penjabat Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 3, dalam melakukan penandatanganan rancangan Perkada, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari perkada dibuat dalam rangkap tiga. Pendokumentasian naskah asli perkada kemudian dilakukan oleh[3]sekretaris daerah;perangkat daerah yang membidangi hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota berupa minute; danperangkat daerah produk hukum daerah terhadap perkada kota/kabupaten dilakukan oleh kepala bagian hukum kabupaten/kota atau nama lainnya.[4] Penomoran produk hukum daerah yang berupa pengaturan tersebut menggunakan nomor bulat.[5]Perkada yang telah ditetapkan diundangkan dalam berita daerah.[6] Peraturan bupati/peraturan wali kota yang telah diundangkan disampaikan kepada gubernur.[7]Perkada mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.[8] Perkada nantinya dimuat dalam jaringan dokumentasi dan informasi hukum.[9]Perkada yang telah ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya dilakukan autentifikasi oleh kepala bagian hukum kabupaten/kota atau nama lainnya.[10] Autentifikasi adalah salinan produk hukum daerah sesuai dengan aslinya.[11] Bupati/wali kota menyampaikan peraturan bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat paling lama tujuh hari setelah ditetapkan.[12]Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.[1] Pasal 8 ayat 2 UU 12/2011[2] Pasal 1 angka 5 Permendagri 120/2018[3] Pasal 111 Permendagri 80/2015[4] Pasal 120 ayat 1 huruf a Permendagri 120/2018[5] Pasal 120 ayat 2 Permendagri 120/2018[6] Pasal 123 ayat 1 Permendagri 120/2018[7] Pasal 123A ayat 1 Permendagri 120/2018[8] Pasal 123 ayat 2 Permendagri 120/2018[9] Pasal 125 Permendagri 120/2018[10] Pasal 126 ayat 1 dan ayat 2 huruf a Permendagri 120/2018[11] Pasal 1 angka 20 Permendagri 120/2018[12] Pasal 141 Permendagri 120/2018Tags
7 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Dijelaskan juga dalam Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa : "Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan PerundangUndangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten / Kota dengan
Peraturan Daerah Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Perda dalam implementasinya merupakan peraturan perundang-undangan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-perundang-undangan yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus dari daerah yang Selain itu, Perda juga dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas Namun demikian, catatan penting untuk Perda adalah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih Institusi yang berwenang membentuk Perda adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dan Kepala Daerah. Perda dibedakan antara Perda Provinsi, yang dibuat dan disahkan bersama-sama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur serta Perda Kabupaten/Kota, yang mana dibuat dan sisahkan secara bersama-sama oleh DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota. Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa Perda dapat merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam rangka 110 Pasal 1 Angka 7 dan 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Lihat juga pada Pasal 136 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 111 Pasal 136 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 112 Pasal 136 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 113 Pasal 136 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. 58 pelaksanaan otonomi daerah. Oleh karena sebagai pelaksanaan dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, maka materi substansi Perda tidak boleh bertentangan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkat pusat. Sedangkan untuk Perda dalam rangka pelaksanaan otonomi, maka substansi Perda tersebut tidak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkat pusat, tetapi harus menyesuaikan pada kondisi otonomi kemampuan daerah masing-masing namun tetap tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Perda dalam posisi secara politis sebangun dengan Undang-Undang, karena itu tata cara pembentukannya pun identik seperti tata cara pembentukan Undang-Undang dengan penyesuaian-penyesuaian. Salah satu perbedaan yang terdapat dalam Perda adalah adanya prosedur atau mekanisme pengesahan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi untuk materi substansi Perda tertentu, misalnya materi mengenai retribusi. Perda merupakan produk hukum daerah yang dibuat oleh DPRD Provinsi/Kabupate/Kota dan Kepala Daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota. Pemerintahan daerah adalah institusi yang merepresentasikan daerah otonom, yang memiliki hak untuk membentuk Perda dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah. Hak ini didasarkan pada Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar RI 1945 yang menjelaskan bahwa Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan 59 daerah dan peraturan lain untuk melaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menjelaskan bahwa Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Secara eksplisit Pasal 1 ayat 7 ini menegaskan bahwa DPRD adalah lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membentuk Perda. Sebagai perbandingan, definisi Perda Kabupaten/Kota dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 diatur pada Pasal 1 angka 8 dengan definisi sama yaitu Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Menelaah Perda tidak dapat dilepaskan dari pembahasan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dalam konteks ini didefinisikan sesuai dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 sebagai peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara Istilah peraturan perundang-undangan berasal dari kata undang-undang yang merujuk pada jenis atau bentuk peraturan yang dibuat oleh negara. Istilah “peraturan perundang-undangan” digunakan oleh A Hamid S Attamimi, Sri 114 Terkait dengan definisi peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai revisi dari UU Nomor 10 Tahun 2004 pada posisi yang sama yaitu pada Pasal 1 angka 2. 60 Soemantri, dan Bagir Menurut A Hamid S Attamimi, istilah tersebut berasal dari istilah “wettelijke regels” atau “wettelijke regeling”. Attamimi memberikan batasan peraturan perundang-undangan adalah peraturan negara, di tingkat pusat dan di tingkat daerah, yang dibentuk berdasarkan kewenangan perundang-undangan, baik bersifat atribusi maupun bersifat delegasi. Dalam kesempatan lainnya, Attamimi membatasinya dengan semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga negara dalam bentuk tertentu, dengan prosedur tertentu, yang biasanya disertai dengan sanksi dan berlaku umum serta mengikta Sementara Bagir Manan mendefinisikan peraturan perundang-undangan dengan setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh lembaga dan atau pejabat negara yang mempunyai menjalankan fungsi legislatif sesuai dengan tatacara yang Istilah peraturan perundang-undangan berasal dari kata undang-undang yang merujuk pada jenis atau bentuk peraturan yang dibuat oleh negara. Menutur ilmu pengetahuan hukum, setidaknya terdapat 3 tiga landasan undangan yang harus dipenuhi dalam menyusun peraturan perundang-undangan yakni filosofis, sosiologis dan 1. Landasan Filosofis 115 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Bandung Mondar Maju, 1998, hal. 18. 116 Ibid. 117 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang..., hal. 18-19. Lihat juga pada Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-Undangan dalam Pembinaan Hukum Nasional, Bandung Penerbit Armico, 1987, hal. 13. 118 Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia Prerspektif Konstitusional, Jogjakarta Total Media, 2009, hal. 229-230 61 Landasan filosofis peraturan perundang-undangan adalah dasar yang berkaitan dengan dasar filosofis/ideologi negara, dalam arti bahwa peraturan perundang-undangan harus memperhatikan secara sungguh-sungguh nilai-nilai cita hukum yang terkandung dalam Pancasila. Setiap masyarakat mengharapkan agar hukum itu dapat menciptakan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan. 2. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis peraturan perundang-undangan adalah dasar yang berkaitan dengan kondisi/kenyataan yang hidup dalam masyarakat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan dan harapan masyarakat. Oleh karena itu peraturan perundang-undangan yang telah dibuat diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan mempunyai daya laku secara efektif. Peraturan perundang-undangan yang diterima oleh masyarakat secara wajar akan mempunyai daya laku yang efektif dan tidak begitu banyak memerlukan pengarahan institusional untuk melaksanakannya. Soerjono Soekanto-Purnadi Purbacaraka mencatat dua landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum, yaitu a. Teori kekuasaan Machttheorie secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat; b. Teori pengakuan, Annerkenungstheorie. Kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku 3. Landasan Yuridis 62 Landasan yuridis tersebut sangat penting artinya dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, yaitu yang berkaitan dengan a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, yang berarti bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. b. Keharusan adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan. Ketidaksesuaian jenis tersebut dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan yang dibuat. c. Keharusan mengikuti tata cara atau prosedur tertentu. Apabila prosedur/ tata cara tersebut tidak ditaati, maka peraturan perundang-undangan tersebut batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan mengikat. d. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
- Ор ջ
- Αլէциጹ ኼиск ρослε
- Φ щ
- Αтоф оշωтαւесн ιምէ
BagianKetiga Pemerintahan Daerah Beberapa ketentuan dalam Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah di Oleh : Estomihi FP Simatupang, SH.,MH. Kumpulan Materi Teori Hukum. Oleh : Estomihi FP
BerandaKlinikKenegaraan5 Tahap Proses Pembe...Kenegaraan5 Tahap Proses Pembe...KenegaraanJumat, 22 Juli 2022Mohon penjelasannya tentang apa itu peraturan daerah dan lembaga apa yang berwenang membentuk peraturan daerah? Selain itu, bagaimanakah proses pembentukan peraturan daerah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku?Untuk menyederhanakan jawaban, kami akan membahas proses pembentukan peraturan daerah provinsi. Setidaknya terdapat 5 tahap pembentukan peraturan daerah provinsi yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan/pengesahan dan pengundangan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca dalam ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Peran Masyarakat dalam Pembentukan Perda yang dibuat oleh Sovia Hasanah, dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 20 November 2017. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Muatan Peraturan DaerahPeraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh daerah yang terdiri dari provinsi dan kabupaten/kota.[1] Peraturan daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah. Untuk peraturan daerah provinsi, dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur.[2] Sedangkan, peraturan daerah kabupaten atau kota dibuat oleh DPRD kabupaten/kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota.[3]Adapun, materi muatan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota adalah materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah; dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[4]Contoh peraturan daerah provinsi yaitu Perda Propinsi DKI Jakarta 8/2007 tentang ketertiban umum. Sedangkan contoh peraturan daerah kabupaten yaitu Perda Kabupaten Badung 5/2013 tentang retribusi pengendalian menara Pembentukan Peraturan DaerahUntuk menyederhanakan jawaban, kami akan bahas mengenai proses pembentukan peraturan daerah provinsi. Secara umum, mekanisme penyusunan peraturan daerah “perda” terbagi menjadi 5 tahap, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan/pengesahan dan pengundangan. Baca juga Proses Pembentukan Undang-Undang di IndonesiaPerencanaanPerencanaan penyusunan peraturan daerah provinsi dilakukan dalam Program Legislasi Daerah “prolegda” provinsi. Prolegda provinsi memuat program pembentukan peraturan daerah provinsi dengan judul rancangan peraturan daerah provinsi, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya.[5]Materi yang diatur merupakan keterangan mengenai konsepsi rancangan peraturan daerah provinsi yang meliputi[6]latar belakang dan tujuan penyusunan;sasaran yang ingin diwujudkan;pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; danjangkauan dan arah yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam naskah akademik.[7]Dalam penyusunan prolegda provinsi, penyusunan daftar rancangan perda provinsi didasarkan atas[8]perintah peraturan perundang-undangan lebih tinggi;rencana pembangunan daerah;penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; danaspirasi masyarakat penyusunan prolegda provinsi antara DPRD provinsi dan pemerintah daerah provinsi disepakati menjadi prolegda provinsi dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD provinsi. Prolegda provinsi ditetapkan dengan Keputusan DPRD Provinsi.[9] Selain melalui prolegda, rancangan peraturan daerah juga dapat direncanakan penyusunannya dengandimuat dalam daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas akibat putusan Mahkamah Agung, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan perda provinsi yang dibatalkan, diklarifikasi, atau atas perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;[10]perencanaan penyusunan di luar prolegda, di mana pemrakarsa dapat mengajukan rancangan perda provinsi di luar prolegda provinsi berdasarkan izin prakarsa dari gubernur dengan syarat dalam keadaan tertentu seperti untuk mengatasi kejadian luar biasa seperti konflik atau bencana alam, akibat kerja sama dengan pihak lain dan keadaan tertentu lain yang urgen untuk membentuk perda dengan persetujuan bersama Balegda dan biro hukum.[11]PenyusunanRancangan perda provinsi dapat berasal dari DPRD provinsi atau gubernur.[12] Selain itu, rancangan perda provinsi dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.[13] Rancangan perda provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.[14]Tahap penyusunan rancangan perda provinsi adalah sebagai berikutPenyusunan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik yang memuat paling sedikit pokok pikiran dan materi muatan yang akan diatur di dalam perda provinsi yang disiapkan oleh pemrakarsa;[15]Biro hukum pemerintah daerah provinsi melakukan penyelarasan naskah akademik yang diterima satuan kerja perangkat daerah provinsi yang dilaksanakan dalam rapat penyelarasan dengan melibatkan pemangku kepentingan;[16]Gubernur memerintahkan pemrakarsa untuk menyusun rancangan perda provinsi berdasarkan prolegda provinsi dengan membentuk tim penyusun yang terdiri dari gubernur, sekda, pemrakarsa, biro hukum, satuan kerja perangkat daerah terkait dan perancang peraturan perundang-undangan;[17]Dalam penyusunan rancangan perda provinsi, tim penyusun dapat mengundang peneliti dan/atau tenaga ahli dari perguruan tinggi atau organisasi kemasyarakatan sesuai kebutuhan;[18]Rancangan perda provinsi yang telah disusun diberi paraf koordinasi oleh tim penyusun dan pemrakarsa;[19]Pengharmonisasaian, pembulatan dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh kepala biro hukum dan dapat melibatkan instansi vertikal dari kementerian bidang hukum;[20]Rancangan perda dibubuhi paraf persetujuan dari pemrakarsa dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah provinsi dan disampaikan sekda kepada gubernur. [21]Pembahasan Pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi dilakukan oleh DPRD provinsi bersama gubernur. Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.[22]Secara lebih rinci, berikut tahapan pembahasan rancangan peraturan daerah provinsiRancangan perda provinsi yang berasal dari gubernur disampaikan dengan surat pengantar kepada pimpinan DPRD Provinsi yang memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur yang menggambarkan substansi rancangan perda;[23]Rancangan perda provinsi dari DPRD provinsi disampaikan dengan surat pengantar pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk dilakukan pembahasan yang memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran dan materi pokok yang diatur serta menggambarkan substansi rancangan perda;[24]Pembicaraan tingkat I yang meliputi[25]Rancangan Perda Provinsi dari GubernurRancangan Perda Provinsi dari DPRD ProvinsiPenjelasan gubernur dalam rapat paripurna mengenai rancangan perdaPenjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan perdaPemandangan umum fraksi terhadap rancangan perdaPendapat gubernur terhadap rancangan perdaTanggapan dan/atau jawaban gubernur terhadap pemandangan umumTanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat gubernurPembicaraan tingkat II terdiri dari keputusan rapat paripurna yang didahului dengan laporan pimpinan komisi/gabungan komisi/panitia khusus yang berisi pendapat fraksi serta hasil pembahasan dan permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna dan diakhiri dengan pendapat akhir gubernur.[26]Jika dalam pembicaraan tingkat II rancangan perda provinsi tidak dapat dicapai persetujuan melalui musyawarah, maka keputusan didasarkan pada suara terbanyak.[27]Adapun jika rancangan perda provinsi tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD provinsi dan gubernur, maka rancangan perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD Provinsi pada masa sidang itu.[28]Penetapan/PengesahanRancangan perda provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD provinsi kepada gubernur untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah provinsi. Penyampaian rancangan perda provinsi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.[29]Rancangan perda provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur.[30]Dalam hal rancangan perda provinsi tidak ditandatangani oleh gubernur dalam waktu paling lama 30 hari sejak rancangan perda provinsi tersebut disetujui bersama, rancangan perda provinsi tersebut sah menjadi peraturan daerah provinsi dan wajib diundangkan.[31]Naskah yang telah ditandatangani gubernur dibubuhi nomor dan tahun oleh sekda provinsi.[32] Adapun jika lebih dari 30 hari naskah tidak ditandatangani gubernur maka ditulis kalimat pengesahan oleh sekda provinsi yang berbunyi “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah” di halaman terakhir naskah perda, yang kemudian dibubuhi nomor dan tahun oleh sekda provinsi.[33]PengundanganPeraturan daerah provinsi diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh sekda.[34] Adapun penjelasan perda provinsi diundangkan dalam Tambahan Lembaran Daerah.[35] Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.[36] Baca juga Status Kekuatan Hukum Rancangan Peraturan Daerah RaperdaDemikian jawaban dari kami tentang proses pembentukan peraturan daerah, semoga HukumUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum;Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 5 Tahun 2013 tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.[2] Pasal 1 angka 7 UU 15/2019[3] Pasal 1 angka 8 UU 15/2019[4] Pasal 14 UU 12/2011[5] Pasal 32 dan Pasal 33 ayat 1 UU 12/2011[6] Pasal 33 ayat 2 UU 12/2011[7] Pasal 33 ayat 3 UU 12/2011[8] Pasal 35 UU 12/2011[9] Pasal 37 UU 12/2011[11] Pasal 33 jo. Pasal 41 Perpres 87/2014[12] Pasal 56 ayat 1 UU 12/2011[13] Pasal 60 ayat 1 UU 12/2011[14] Pasal 56 ayat 2 UU 12/2011[15] Pasal 67 Perpres 87/2014[16] Pasal 68 Perpres 87/2014[17] Pasal 70 Perpres 87/2014[18] Pasal 71 Perpres 87/2014[19] Pasal 73 Perpres 87/2014[20] Pasal 74 dan Pasal 75 Perpres 87/2014[21] Pasal 76 Perpres 87/2014[22] Pasal 75 ayat 1, 2 dan 3 UU 12/2011[23] Pasal 94 jo. Pasal 95 ayat 1 Perpres 87/2014[24] Pasal 98 jo. Pasal 99 ayat 1 Perpres 87/2014[25] Pasal 104 huruf a dan b Perpres 87/2014[26] Pasal 105 Perpres 87/2014[27] Pasal 106 ayat 1 Perpres 87/2014[28] Pasal 106 ayat 2 Perpres 87/2014[29] Pasal 78 UU 12/2011[30] Pasal 79 ayat 1 UU 12/2011[31] Pasal 79 ayat 2 UU 12/2011[32] Pasal 117 ayat 3 Perpres 87/2014[33] Pasal 118 Perpres 87/2014[34] Pasal 86 ayat 1 UU 12/2011[35] Pasal 157 Perpres 87/2014[36] Pasal 87 UU 12/2011Tags
Pada2012 dan 2014, Gerakan Pramuka yang wajib diikuti oleh anak sekolah, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan berpakaian dengan persyaratan jilbab khusus untuk
BerandaKlinikKenegaraanKewenangan Atribusi ...KenegaraanKewenangan Atribusi ...KenegaraanJumat, 11 Februari 2022Jumat, 11 Februari 2022Bacaan 5 MenitApakah setiap Raperda harus didasarkan pada adanya UU yang menjadi payung hukumnya atau bisa diatur sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing?Peraturan daerah adalah peraturan yang dibuat atas dasar kewenangan atribusi dan delegasi, artinya perda dapat dibentuk sewaktu-waktu, tanpa adanya perintah dari peraturan perundang-undangan di atasnya, untuk memenuhi kebutuhan daerah masing-masing, atas dasar kewenangan yang telah diberikan UU 23/2014. Selain itu, peraturan daerah juga dapat dibentuk untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Sebelumnya perlu Anda pahami, peraturan daerah adalah yang selanjutnya disebut perda atau yang disebut dengan nama lain adalah perda provinsi dan perda kabupaten/kota.[1]Pembentukan peraturan perundang-undangan lahir dari kewenangan atribusi dan delegasi, termasuk kewenangan pembentukan perda. Atribusi kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pemberian kewenangan oleh Undang-Undang Dasar grondwet atau Undang-Undang wet kepada lembaga negara/pemerintahan untuk membentuk peraturan perundang-undangan.[2]Atribusi tersebut bersifat terus-menerus dan dapat dilaksanakan kapan saja atas prakarsa sendiri saat diperlukan. Atribusi kewenangan pembentukan perda dapat dilihat dari rumusan Pasal 236 UU 23/2014 sebagai berikutUntuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala Daerah. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat materi muatanpenyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan yang dimaksud otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.[3]Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi.[4]Selain itu, kami mengutip juga bunyi Pasal 14 UU 12/2011 sebagai berikutMateri muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Dari rumusan kedua pasal di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut terkait pembentukan peraturan daerah adalahterdapat atribusi kewenangan pembentukan perda;atribusinya berasal dari UU;kewenangan tersebut bersifat terus-menerus atau tidak dibatasi waktu;perda dapat dibentuk kapan saja sesuai kebutuhan; danbatas materi muatan demikian, peraturan daerah dibuat oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah, dapat dibentuk dengan cukup mendasarkan pada UU 23/2014 sebagai UU yang memberikan atribusi kewenangan pembentukan peraturan daerah. Selain itu, perda juga dapat mengatur materi-materi yang menampung kondisi khusus provinsi dan kabupaten/kota juga dibentuk atas dasar delegasi kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan cakupan materi muatan perda pada Pasal 236 ayat 3 huruf b UU 23/2014 sebagaimana disebutkan sebelumnya, yang dapat mengatur ketentuan lebih lanjut dari peraturan perundang-undang yang lebih tinggi, termasuk UU, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan juga Hierarki Peraturan Perundang-undangan di IndonesiaKewenangan delegasi pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah baik secara tegas atau pun tidak.[5]Contoh pemberian kewenangan delegasi pembentukan perda adalah misalnya pada Pasal 12 UU 18/2008 yang menyatakan bahwaSetiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan peraturan Pasal 12 ayat 2 UU 18/2008 memberi delegasi kepada pemerintahan daerah untuk menyusun perda tentang tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di daerah kesimpulannya, peraturan daerah dibuat oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah, atas dasar atribusi dan delegasi, artinya perda dapat dibentuk sewaktu-waktu, tanpa adanya perintah dari peraturan perundang-undangan di atasnya, untuk memenuhi kebutuhan daerah masing-masing berdasarkan kewenangan dalam UU 23/2014 dan perda juga dapat dibentuk untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Demikian jawaban dari kami, semoga HukumUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan I Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Ed. Revisi. Yogyakarta PT Kanisius, 2020.[2] Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan I Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Ed. Revisi. Yogyakarta PT Kanisius, 2020, hal. 57[3] Pasal 1 angka 6 UU 23/2014[4] Pasal 1 angka 11 UU 23/2014[5] Maria Farida Indrati. Ilmu Perundang-Undangan I Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Ed. Revisi. Yogyakarta PT Kanisius, 2020, hal. 58Tags
L3MkNc. bevca1v4ug.pages.dev/986bevca1v4ug.pages.dev/896bevca1v4ug.pages.dev/843bevca1v4ug.pages.dev/897bevca1v4ug.pages.dev/565bevca1v4ug.pages.dev/535bevca1v4ug.pages.dev/285bevca1v4ug.pages.dev/940bevca1v4ug.pages.dev/220
peraturan daerah yang dibuat oleh kepala daerah kabupaten biasanya berupa